Skip to main content

Posts

GAFA dan kekayaan sosial-budaya kita

Menurut Yves Citton, co-direktur majalah "Multitudes", raksasa-raksasa internet mengeksploitasi aset budaya yang beredar secara bebas dan gratis tanpa membiayai pembaharuannya. Sebuah tata pemangsaan secara sistematis dan menghancurkan. Sistem internet masa kini yang mendukung intarktivitas, yang sering disebut sebagai Web 2.0, berkembang berdasarkan sistem operasi gratis/bebas. Apakah ini model yang berkelanjutan? Ketika pertukaran file antara individu menjamur di awal tahun 2000-an, kita menyambutnya dengan gembira dengan harapan bahwa setiap orang bisa berbagi dan menikmati secara cuma-cuma kecerdasan kolektif. Waktu itu, kita berharap bahwa reproduksi digital dan distribusinya berlangsung tanpa adanya biaya, dan aset bersama itu bisa dinikmati dengan bebas oleh semua orang tanpa kecuali. Masa 'digitalisme' ini mengandaikankan tata ekonomi 'pemberian secara cuma-cuma' sebagai model pembangunan baru. Kemudian pada sekitar tahun 2010, pertanyaa...
Recent posts

Tantangan dunia digital dan Internet

Internet, sebagai suatu jaringan sistem teknis, telah membawa perubahan teknologi yang sangat besar, yaitu digitalisasi. Proses sebuah inovasi menjadi suatu sistem teknis berlangsung dalam proses yang lama dan rumit. Hal itu kita lihat dalam evolusi sistem kelistrikan: dari penemuan bola lampu sampai pada penemuan sistem kelistrikan, dibutuhkan waktu 50 tahun (antara tahun 1880 dan 1930) sampai pada pembentukan sistem yang memungkinkan pengembangan jaringannya secara makro. Proses dari inovasi sampai pada sistem teknis berarti tidak hanya sampai pada pembangunan jaringan, tetapi juga penyelarasan penggunaannya, pembuatan model ekonomi, serta penyusunan aturan-aturan dan pertumbuhan dari mereka yang terlibat, khususnya para operator dan penyedia jaringan. Beberapa isu utama Oleh karena itu, kita harus mengidentifikasi apa yang sesungguhnya terjadi dalam revolusi digital sekarang ini. Sistem digital berasal dari pertemuan antara teknologi telekomunikas...

Propaganda tersembunyi algoritma Internet

Dengan memilihkan link dan informasi berdasarkan profil pengguna, filtrasi informasi yang dijalankan algoritma internet memenjarakan para pengguna dalam kepompong intelektual. Dua orang yang berseberangan haluan politik, liberal-kapitalis dan sosialis, melakukan pencarian kata "BP" di Google. Orang pertama menerima, di barisan pertama halaman pencariannya, informasi-informasi tentang kemungkinan investasi di British Petroleum, sedangkan orang kedua mendapatkan berita-berita terbaru tentang tumpahan minyak telah disebabkan oleh perusahaan minyak Inggris itu. Kedua pencarian itu menghasilkan jawaban yang sangat berlawanan karena mereka telah "disaring" oleh Google sesuai dengan profil pengguna internet. Ini adalah salah satu contoh yang diberikan oleh Eli Pariser, spesialis dunia maya, untuk menunjukkan bagaimana mesin pencari dari Amerika ini - yang dikalibrasi ulang 600 kali setiap tahunnya secara rahasia - menyaring perilaku online dan menyesu...

Facebook, ancaman bagi demokrasi?

Di AS, seperti juga di Perancis, pengguna internet banyak menggunakan jejaring sosial paling populer. Forum semacam ini, yang dikelola oleh algoritma yang diklaim "netral", sungguhkah perlu diperdebatkan keberadaannya? Ketika Susanna Lazarus terbangun pada hari Jumat, 24 Juni, dan ia menyalakan televisi, ia sungguh terkejut. Negaranya, Inggris, hampir 52% pemilih dalam referendum memilih untuk meninggalkan Uni Eropa. Padahal di hari-hari menjelang referendum, penduduk London berusia 27 tahun ini tidak melihat tanda-tanda bahwa pemilih Brexit akan menang. Di Facebook, kebanyakan teman-temannya, yang juga berasal dari kota kosmopolitan itu, telah berbagi argumen untuk memilih "Tetap" dalam Uni Eropa. Kampanye yang menentang, yaitu dari kubu "Brexit" hampir tidak muncul dalam newsfeed akun medis sosialnya. "Ketika saya pergi tidur tadi malam, saya merasa optimis, dan sebagian besar dari harapan ini datang dari kegembiraan melihat aliran ber...

GAFA, tantangan baru bagi demokrasi modern

Google, Amazon, Facebook dan Apple adalah empat perusahaan besar di bidang teknologi informasi-komunikasi. Kecuali kalau kita menerima kemunduran demokrasi secara radikal, kita tidak bisa membiarkan kemunculan GAFA dan perusahaan-perusahaan lain dari Silicon Valley di ruang politik tanpa mempertanyakan tujuan mereka. Menteri Luar Negeri Denmark, Anders Samuelsen, mengumumkan pada tanggal 26 Januari 2017, penunjukan jabatan baru : "duta digital" untuk Silicon Valley. Meskipun ruang lingkupnya masih belum jelas, diplomasi semacam ini akan mewakili kepentingan negara Skandinavia kecil dengan raksasa Web seperti Google, Amazon, Facebook atau Apple. Selama beberapa dekade, akumulasi modal memberikan perkembangan kuat pada para perusahaan besar. Hal inilah yang sekarang ini menjadi jantung dari perdebatan dan perjuangan masyarakat demokratis kita. Situasi semacam itu berkembang di Amerika Serikat sejak akhir abad kesembilan belas ketika Sherman Antitrust Act pada tahun...